Senin, 21 Februari 2011

Kesesatan Ahmadiyah

Apa Itu Ahmadiyah ?

Ahmadiyah adalah gerakan yang lahir pada tahun 1900M, yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk menjauhkan kaum muslimin dari agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan gambaran/bentuk khusus, sehingga tidak lagi melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan nama Islam. Gerakan ini dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani. Corong gerakan ini adalah “Majalah Al-Adyan” yang diterbitkan dengan bahasa Inggris.

Siapakah Mirza Ghulam Ahmad ?

Mirza Ghulam Ahmad hidup pada tahun 1839-1908M. Dia dilahirkan di desa Qadian, di wilayah Punjab, India tahun 1839M. Dia tumbuh dari keluarga yang terkenal suka khianat kepada agama dan negara. Begitulah dia tumbuh, mengabdi kepada penjajahan dan senantiasa mentaatinya. Ketika dia mengangkat dirinya menjadi nabi, kaum muslimin bergabung menyibukkan diri dengannya sehingga mengalihkan perhatian dari jihad melawan penjajahan Inggris. Oleh pengikutnya dia dikenal sebagai orang yang suka menghasut/berbohong, banyak penyakit, dan pecandu narkotik.

Pemerintah Inggris banyak berbuat baik kepada mereka. Sehingga dia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada pemerintah Inggris.

Di antara yang melawan dakwah Mirza Ghulam Ahmad adalah Syaikh Abdul Wafa’, seorang pemimpin Jami’ah Ahlul Hadits di India. Beliau mendebat dan mematahkan hujjah Mirza Ghulam Ahmad, menyingkap keburukan yang disembunyikannya, kekufuran serta penyimpangan pengakuannya.

Ketika Mirza Ghulam Ahmad masih juga belum kembali kepada petunjuk kebenaran, Syaikh Abul Wafa’ mengajaknya ber-mubahalah (berdoa bersama), agar Allah mematikan siapa yang berdusta di antara mereka, dan yang benar tetap hidup. Tidak lama setelah bermubahalah, Mirza Ghulam Ahmad menemui ajalnya tahun 1908M.

Pada awalnya Mirza Ghulam Ahmad berdakwah sebagaimana para da’i Islam yang lain, sehingga berkumpul di sekelilingnya orang-orang yang mendukungnya. Selanjutnya dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid(pembaharu). Pada tahap berikutnya dia mengklaim dirinya sebagai Mahdi Al-Muntazhar dan Masih Al-Maud. Lalu setelah itu mengaku sebagai nabi dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dia mati meninggalkan lebih dari 50 buku, buletin serta artikel hasil karyanya.

Di antara kitab terpenting yang dimilikinya berjudul Izalatul Auham, I’jaz Ahmadi, Barahin Ahmadiyah, Anwarul Islam,I’jazul Masih, At-Tabligh dan Tajliat Ilahiah.

Pemikiran dan Keyakinan Ahmadiyah
  1. Meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Al-Masih yang dijanjikan. 
  2. Meyakini bahwa Allah berpuasa dan melaksanakan shalat, tidur dan mendengkur, menulis dan menyetempel, melakukan kesalahan dan berjimak. Mahatinggi Allah setinggi-tingginya dari apa yang mereka yakini.
  3. Keyakinan Ahmadiyah bahwa tuhan mereka adalah Inggris, karena dia berbicara dengannya menggunakan bahasa Inggris.
  4. Berkeyakinan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Mirza Ghulam Ahmad, dan memberikan wahyu dengan diilhamkan sebagaimana Al-Qur’an.
  5. Menghilangkan aqidah/syariat jihad dan memerintahkan untuk mentaati pemerintah Inggris, karena menurut mereka pemerintah Inggris adalah waliyul amri (pemerintah Islam) sebagaimana tuntunan Al-Qur’an.
  6. Seluruh orang Islam menurut mereka kafir sampai mau bergabung dengan Ahmadiyah. Seperti bila ada laki-laki atau perempuan dari golongan Ahmadiyah yang menikah dengan selain pengikut Ahmadiyah, maka dia kafir.
  7. Membolehkan khamer, opium, ganja dan apa saja yang memabukkan.
  8. Mereka meyakini bahwa kenabian tidak ditutup dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi terus ada. Allah mengutus rasul sewaktu-waktu jika dibutuhkan. Dan Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi yang paling utama dari para nabi yang lain.
  9. Mereka mengatakan bahwa tidak ada Al-Qur’an selain apa yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad. Dan tidak ada Al-Hadits selain apa yang disampaikan di dalam majelis Mirza Ghulam Ahmad. Serta tidak ada nabi melainkan berada di bawah pengaturan Mirza Ghulam Ahmad.
  10. Meyakini bahwa kitab suci mereka diturunkan (dari langit), bernama Al-Kitab Al-Mubin, bukan Al-Qur’an Al-Karim yang ada di tangan kaum muslimin.
  11. Mereka meyakini bahwa Al-Qadian (tempat awal gerakan ini) sama dengan Madinah Al-Munawarah dan Mekkah Al-Mukarramah ; bahkan lebih utama dari kedua tanah suci itu, dan suci tanahnya serta merupakan kiblat mereka dan kesanalah mereka berhaji.
  12. Mereka meyakini bahwa mereka adalah pemeluk agama baru yang indenpenden, dengan syarat yang indenpenden pula, seluruh teman-teman Mirza Ghulam Ahmad sama dengan sahabat Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Akar Pemikiran dan Keyakinan Ahmadiyah
  1. Bermula dari gerakan orientalis bawah tanah yang dilakukan oleh Sayyid Ahmad Khan yang menyebarkan pemikiran-pemikiran menyimpang ; yang secara tidak langsung telah membuka jalan bagi munculnya gerakan Ahmadiyah. 
  2. Inggris menggunakan kesempatan ini dan membuat gerakan Ahmadiyah, dengan memilih untuk gerakan ini seorang lelaki pekerja dari keluaga bangsawan.
  3. Pada tahun 1953M, terjadilah gerakan sosial nasional di Pakistan menuntut diberhentikannya Zhafrillah Khan dari jabatannya sebagai menteri luar negeri. Gerakan itu dihadiri oleh sekitar 10 ribu umat muslim, termasuk pengikut kelompok Ahmadiyah, dan berhasil menurunkan Zhafrillah Khan dari jabatannya.
  4. Pada bulan Rabiul Awwal 1394H, bertepatan dengan bulan April 1974M dilakukan muktamar besar oleh Rabhithah Alam Islami di Mekkah Al-Mukarramah yang dihadiri oleh tokoh-tokoh lembaga-lembaga Islam seluruh dunia. Hasil muktamar memutuskan “Kufurnya kelompok ini dan keluar dari Islam. Meminta kepada kaum muslimin berhati-hati terhadap bahaya kelompok ini dan tidak bermu’amalah dengan pengikut Ahmadiyah, serta tidak menguburkan pengikut kelompok ini di pekuburan kaum Muslimin”.
  5. Majelis Rakyat (Parlemen) Pakistan melakukan debat dengan gembong kelompok Ahmadiyah bernama Nasir Ahmad. Debat ini berlangsung sampai mendekati 30 jam. Nasir Ahmad menyerah/tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, dan tersingkaplah kedok kufurnya kelompok ini. Maka majelis parlemen mengeluarkan keputusan bahwa kelompok ini lepas dari agama Islam. 
Hal-Hal yang Mewajibkan Kafirnya Mirza Ghulam Ahmad
  1. Pengakuannya sebagai nabi. 
  2. Menghapus kewajiban jihad dan mengabdi kepada penjajah.
  3. Meniadakan berhaji ke Mekkah dan menggantinya dengan berhaji ke Qadian.
  4. Penyerupaan yang dilakukannya terhadap Allah dengan manusia.
  5. Kepercayaannya terhadap keyakinan tanasukh (menitisnya ruh) dan hulul (bersatunya manusia dengan tuhan).
  6. Penisbatannya bahwa Allah memiliki anak, serta klaimnya bahwa dia adalah anak tuhan.
  7. Pengingkarannya terhadap ditutupnya kenabian oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan membuka pintu bagi siapa saja yang menginginkannya. 
Penyebaran dan Aktifitas Ahmadiyah
  1. Penganut aliran Ahmadiyah kebanyakan hidup di India dan Pakistan dan sebagian kecilnya di Israel dan wilayah Arab. Mereka senantiasa membantu penjajah agar dapat membentuk/membangun sebuah markas di setiap negara di mana mereka berada.
  2. Ahmadiyah memiliki pekerjaan besar di Afrika dan pada sebagian negara-negara Barat. Di Afrika saja mereka beranggotakan kurang lebih 5000 mursyid dan da’i yang khusus merekrut manusia kepada kelompok Ahmadiyah. Dan aktifitas mereka secara luas memperjelas bantuan/dukungan mereka terhadap penjajahan.
  3. Keadaan kelompok Ahmadiyah yang sedemikian, ditambah perlakuan pemerintah Inggris yang memanjakan mereka, memudahkan para pengikut kelompok ini bekerja menjadi pegawai di berbagai instansi pemerintahan di berbagai negara, di perusahaan-perusahaan dan persekutuan-persekutuan dagang. Dari hasil kerja mereka itu dikumpulkanlah sejumlah dana untuk membiayai dinas rahasia yang mereka miliki.
  4. Dalam menjalankan misi, mereka merekrut manusia kepada kelompok Ahmadiyah dengan segala cara, khsusnya media massa. Mereka adalah orang-orang yang berwawasan dan banyak memiliki orang pandai, insinyur dan dokter. Di Inggris terdapat stasiun pemancar TV dengan nama “TV Islami” yang dikelola oleh penganut kelompok Ahmadiyah. 
Pemimpin-Pemimpin Ahmadiyah
  1. Pemimpin Ahmadiyah sepeninggal Mirza Ghulam Ahmad bernama Nuruddin. Pemerintah Inggris menyerahkan kepemimpinan Ahmadiyah kepadanya dan diikuti para pendukungnya. Di antara tulisannya berjudul “Fashlb Al-Khithab“.
  2. Pemimpin lainnya adalah Muhammad Ali dan Khaujah Kamaluddin. Amir Ahmadiyah di Lahore. Keduanya adalah corong dan ahli debat kelompok Ahmadiyah. Muhammad Ali telah menulis terjemah Al-Qur’an dengan perubahan transkripnya ke dalam bahasa Inggris. Tulisannya yang lain. Haqiqat Al-Ikhtilaf An-Nubuwah Fi Al-Islam dan Ad-Din Al-Islami. Khaujah Kamaluddin menulis kitab yang berjudul Matsal Al-A’la Fi Al-Anbiya serta kitab-kitab lain. Jamaah Ahmadiyah Lahore ini berpandangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah seorang mujadid. Tetapi yang berpandangan seperti ini dan yang tidak, mereka sama saja saling mengadopsi satu sama lain.
  3. Muhammad Shadiq, mufti kelompok Ahmadiyah. Di antara tulisannya berjudul Khatam An-Nabiyyin.
  4. Basyir Ahmad bin Ghulam, pemimpin pengganti kedua setelah Mirza Ghulam Ahmad. Di antara tulisannya berjudul Anwar Al-Khilafah, Tuhfat Al-Muluk, Haqiqat An-Nubuwwah.
  5. Dzhafrilah Khan, menteri luar negeri Pakistan. Dia memiliki andil besar dalam menolong kelompok sesat ini, dengan memberikan tempat luas di daerah Punjab sebagai markas besar Ahmadiyah sedunia, dengan namaRobwah Isti’aroh (tanah tinggi yang datar) yang diadopsi dari ayat Al-Qur’an: “Dan Kami melindungi mereka di suatu Robwah Isti’aroh (tanah tinggi yang datar) yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.” (Qs. Al-Mukminun: 50). 
Kesimpulan

Ahmadiyah adalah kelompok sesat yang tidak ada hubungannya dengan Islam. Aqidah (keyakinan) mereka berbeda dengan keyakinan agama Islam dalam segala hal. Kaum Muslimin perlu diperingatkan atas aktifitas mereka, setelah para ulama Islam memfatwakan bahwa kelompok ini kuffur. 

Maraji’:
  1. Al-Mausu’ah Al-Muyassarah Fi Al-Adyan Wa Al-Madzahib Wa Al-Ahzab Al-mu’ashirah, oleh DR Mani’ Ibnu Hammad al-Jahani.
  2. Tabshir Al-Adhan bi Ba’di Al-Madzahib wa Al-Adyan, oleh Muhammad As-Sabi’i.

Sumber: Majalah Fatawa Vol. 06. Th. II 1425H/2004M.
Disusun dan dialihbahasakan oleh: Abu Asiah
Artikel dari almanhaj.or.id

Minggu, 20 Februari 2011

Berhenti Berarti Mati

Anas bin Malik mengatakan tentang Abdullah bin Ummi Maktum yang secara kondisi fisik buta. Tapi pada perang Yarmuk, Abdullah bin Ummi Maktum hadir di tengah para mujahidin di medan perang, memakai baju besi, memegang bendera. Anas bin Malik bertanya, wahai Abdullah bin Ummi Maktum, bukankah Rasulullah saw telah memberi udzur kepadamu? Ia menjawab, “Ya betul, memang dalam Al Quran telah diberikan udzur kepada orang buta. Tetapi saya menginginkan dengan kehadiran saya di sini, di medan perang, paling tidak dapat menambah jumlah tentara Islam.”

Diceritakan lagi ketika tentara Holagu masuk ke kota Baghdad, terdapat seorang ulama yang juga buta. Dia menghadang tentara dengan mengayunkan pedang ke kanan dan ke kiri barangkali ada musuh yang kena. Secara logika, apa yang bisa dilakukan oleh orang yang dalam kondisi seperti itu? Barangkali kalau dia duduk di rumah dia tidak dosa dan tidak ada pertanggung jawabannya di sisi Allah. Tapi masalahnya, ia ingin berkontribusi, ingin aktif.

Kisah kisah semacam ini banyak dalam kisah tabiin. Yang kita inginkan dalam tarbiyah adalah para kader dakwah seperti itu. Meskipun sudah udzur tetap saja bersemangat berjuang, berjuang, berjuang. Kendala fisik, materi, kondisi ekonomi, minimnya sarana, dan kendala-kendala duniawi lain bukanlah halangan manakala iman sudah tertanam kuat di dada.

Suatu ketika Imam Ahmad bin Hambal ditanya muridnya, “mataa yajidul abdu tha’marrahah?” "kapan seseorang bisa beristirahat?” Ia menjawab, “Indamaa yatha’u ihda qadamaihi fil jannah” (“Jika kita telah menginjakkan kaki di Surga, maka disanalah kita akan beristirahat”). Artinya sebelum mati, tidak ada waktu untuk senang senang istirahat. Laa rahata li du’at illa ba’dal mamaat (tidak ada kamus berleha-leha bagi para da'i kecuali setelah mati). Itu kata Syaikh Ahmad Rasyid. Jadi barangsiapa yang mau istirahat silahkan mati. Meskipun setelah itu juga belum tentu bisa istirahat karena tidak ada amal.**

Rabu, 16 Februari 2011

Nak, Ayah Mencintaimu

Kalau Anda seorang ayah pasti sering mendengar kalimat-kalimat berikut ini: “Ayah, aku sudah mandi.” Aku sudah sudah belajar lho, Pa.” Apa aku boleh ikut abi pergi?” Kalau bapak pulang, bawakan aku es krim ya?” Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah sikap kita saat itu? Apakah tanggapan kita seindah binar mata mereka? Apakah sikap kita semanis senyum mereka? Apakah jawaban kita sebesar harapan mereka? Apakah saat itu kita sudah menjadi yang seperti mereka inginkan?

Sebagai seorang ayah sungguh kita harus menyadari betapa anak-anak kita itu memerlukan senyum gagah kita. Mereka juga membutuhkan belaian sayang kita. Buah cinta kita itu selalu merindu dekapan mesra kita. Buah hati kita itu selalu menanti kecupan sayang kita di kening mereka. Yakinlah Anda bahwa tutur kata manis kita amat berarti bagi hatinya. Oleh-oleh yang kita hadiahkan begitu bermakna bagi jiwa mereka. Saat kita mengajak mereka bepergian rasa bangga memenuhi ruang-ruang kalbunya. Ketika kita tak berada di sandingnya, jiwa mereka terasa hampa.

Tentang buah hati kita itu, kekasih Allah, teladan kita, guru tentang cinta & kasih sayang kita, Rasulullah saw bersabda untuk kita para ayah,” Cintailah anak-anak dan kasih sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, maka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah satu-satunya yang memberi mereka rezeki.” Dalam riwayat lain dikisahkan ada seorang Arab Badui yang menemui Rasulullah saw dan berkata,” Mengapakah engkau menciumi anak-anak kecil, sedang kami tidak pernah melakukannya?” Maka Rasulullah saw bersabda,” Apakah kamu tidak takut bila Allah SWT mencabut rasa kasih sayang dari lubuk hatimu?”

Bagi anak-anak, kita para ayah adalah pahlawan. Menurut mereka kita adalah sosok gagah yang menentramkan hati mereka. Buah hati kita itu amat bangga terhadap keperkasaan kita. Mereka begitu mendamba perhatian dan kehadiran kita. Namun mereka tak pandai merangkai kata tuk mengungkap cinta. Mereka juga tidak mengerti cara membisikkan rasa rindunya. Mereka mencintai kita para ayah dengan bahasa yang sering tak mampu kita mengerti. Mereka menyayangi kita dengan gaya yang sering tak bisa kita pahami. Karena itu kita sering tak menyadari bahwa ada makhluk-makhluk kecil yang begitu mencintai dan membutuhkan kita.

Saat mereka mendekat, kita sering merasa terusik. Ketika mereka mengajak bicara, kita sering merasa terganggu. Waktu mereka bertanya, sering hati kita merasa tak nyaman. Tangisan mereka seperti suara petir bagi telinga kita. Teriakan mereka bagai badai yang menerjang jiwa kita. Padahal seperti itulah cara anak-anak mencintai kita. Begitulah cara mereka menyayangi kita. Dengan cara seperti itulah mereka ingin menyampaikan bahwa mereka amat membutuhkan kita. Hanya cara seperti itulah yang mereka mengerti untuk menyentuh cinta kita.

Boleh jadi kita belum mampu menjadi ayah yang indah untuk anak-anak kita. Saat mereka menangis kita malah membentaknya. Ketika mereka bertanya kita tidak menggubrisnya. Waktu mereka belajar, kita tidak ada di sisi mereka. Mereka sakit tanpa ada kita di sampingnya. Mereka sedih tanpa ada yang menghiburnya. Mereka jarang kita belai. Mereka jarang kita cium. Kita sering merasa terlalu mulia untuk bermain-main dengan mereka. Kadang pekerjaan kita membuat kita tak menyadari bahwa ada yang menanti-nanti kedatangan kita hingga tertidur di depan pintu rumah kita.

Sudah tiba saatnya bagi kita para ayah untuk mengerti bahasa cinta anak-anak kita. Kita harus memahami cara mereka dalam mencintai kita. Dengan demikian kita bisa menjadi seperti yang mereka pinta. Kita mesti berupaya menjadi seperti yang mereka harapkan. Kita harus menjadi pendengar yang menyenangkan saat mereka berbicara. Ketika mereka mendekati kita sehasta, kita mendekati mereka sedepa. Saat mereka memanggil, kita datangi mereka dengan sepenuh jiwa. Sewaktu mereka menangis, kita akan mendekapnya dengan penuh cinta. Kita juga tak akan pernah lelah tuk berbisik mesra,” Nak, ayah mencintaimu.”

Minggu, 13 Februari 2011

Mengenang Akhlak Nabi Muhammad SAW.

Setelah Nabi saw wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat.

Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, "Ceritakan padaku akhlak Muhammad!".

Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib. Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi.

Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad, orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad saw. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali.

Ali dengan linangan air mata berkata, "Ceritakan padaku keindahan dunia ini!."

Badui ini menjawab, "Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini...."

Ali menjawab, "Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad saw, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)"

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi saw yang sering disapa "Khumairah" oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur'an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur'an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi saw itu bagaikan Al-Qur'an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur'an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu'minun [23]: 1-11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi saw. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi saw, Aisyah hanya menjawab, "Ah semua perilakunya indah."

Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. "Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, 'Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.'"

Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.
Nabi Muhammad saw jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, "Mengapa engkau tidur di sini?"

Nabi Muhammmad menjawab, "Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu." Mari berkaca di diri kita masing-masing. BAGAIMANA PERILAKU KITA TERHADAP ISTERI KITA?

Nabi saw mengingatkan, "berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi saw. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul saw memanggilnya. Rasul saw memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul saw pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi saw tersebut.

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi saw, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun,
Sebagai Pemimpin jika ada meeting, dan waktunya berbarengan dengan waktu sholat…sudahkah kita sebagai peminpin mengusulkan Kepada yg hadir untuk break 10 menit mengambil waktu sholat ? bukankah sholat pada waktunya adalah anjuran dan di contohkan oleh Rosulullah.

SUDAHKAH KITA MENIRU AKHLAK RASUL YANG MULIA? 

**

Nabi Muhammad saw juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul saw selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasul saw ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul saw sakit.


Tentang Umar, Rasul saw pernah berkata, "Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Nabi saw bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi saw memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta'wil) mimpimu itu? Rasul saw menjawab "ilmu pengetahuan."

Tentang Utsman, Rasul saw sangat menghargai Utsman karena itu Utsman menikahi dua putri Nabi saw, hingga Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya).

Mengenai Ali, Rasul saw bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. "Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya." "Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik."

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah...ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. TERNYATA KITA BELUM MENGIKUTI SUNNAH NABI!

Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad saw. Buktinya, dalam Al-Qur'an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad saw, Allah menyapanya dengan "Wahai Nabi". Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi saw. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul saw. Mereka ingin Rasul saw menunjuk pemimpin buat mereka.

Sebelum Nabi saw memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: "Angkat Al-Qa'qa bin Ma'bad sebagai pemimpin."

Kata Umar, "Tidak, angkatlah Al-Aqra' bin Habis."

Abu Bakar berkata ke Umar, "Kamu hanya ingin membantah aku saja,"

Umar menjawab, "Aku tidak bermaksud membantahmu."

Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras.

Waktu itu turunlah ayat: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya" (QS. Al-Hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, "Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia."

Umar juga berbicara kepada Nabi saw dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi saw takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi saw.

 
***

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi saw didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi'ah. Ia berkata pada Nabi saw, "Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami"

Nabi saw mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi saw bertanya, "Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?"

"Sudah." kata Utbah.

Nabi saw membalas ucapan Utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi saw pun bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi saw dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu.

Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi saw dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi saw berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, KITA BAHKAN TIDAK MAU MENDENGARKAN PENDAPAT SAUDARA KITA SESAMA MUSLIM. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!
 
***
Ketika Nabi saw tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi saw bahwa Nabi saw akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya Nabi saw. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi saw. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi saw dan melaporkan kedatangannya.

Apa jawab Nabi saw? "Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu."

Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi saw janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi saw merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi saw janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi saw telah menyerap di sanubari kita atau tidak.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi saw berkata pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!"

Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini."

Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap "membereskan" orang itu. Nabi saw pun melarangnya. Nabi saw pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi saw keheranan ketika Nabi saw meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul saw berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi saw. Nabi saw berkata, "Lakukanlah!"

Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi saw dan memeluk Nabi seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah".

Seketika itu juga terdengar ucapan, "Allahu Akbar" berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi saw itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi saw tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi saw sebelum Allah memanggil Nabi saw ke hadirat-Nya.

Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. ALLAH TIDAK AKAN MEMAAFKAN SEBELUM YANG KITA SAKITI MEMAAFKAN KITA. Rasul saw pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na'udzu billah..

Nabi Muhammad saw ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi saw dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, "Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?"

Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi saw melanjutkan, "Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah..?"

Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, "Benar ya Rasul!"

Rasul saw pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, "Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!".

Nabi saw meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya.

Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah..

 
Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al Insyirah:5-6).

Hari-Hari Terakhir Rasulullah SAW

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"."Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. 

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak menyebabkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang."Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Rasulullah menunjukkan kesakitan yang luar biasa. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah merintih, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya."Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku, umatku"

 Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaihi wasahbihi wasallim. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. 


....................

Salam dan shalawat kami untukmu ya Rasul

Kerinduan kami kepadamu ya Rasul

Cinta kami kepadamu ya Rasul

Sabtu, 12 Februari 2011

ABU ZULFA: Jangan Bertawakkal Pada Matamu,Tapi Pada Allah..

ABU ZULFA: Jangan Bertawakkal Pada Matamu,Tapi Pada Allah..: "Di Mesir ada seorang pemuda bernama Abbas Assisi. Suatu hari ia bersilaturahim dengan Syaikh Hasan Al Banna pendiri organisasi Ikhwanul Mus..."

Jangan Bertawakkal Pada Matamu,Tapi Pada Allah..


Di Mesir ada seorang pemuda bernama Abbas Assisi. Suatu hari ia bersilaturahim dengan Syaikh Hasan Al Banna pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin, keduanya kemudian bercakap-cakap dan Syaikh Al Banna menanyakan apa rencana Abbas Assisi selanjutnya. Asisi yang baru menyelesaikan pendidikan menengahnya menjelaskan apa yang menjadi rencananya.
Lalu Al Banna berkata: ”mengapa kamu tidak mencoba untuk masuk kemiliteran (menjadi tentara)?"

“Saya punya masalah dengan mata saya” jawab Asisi, ”saya takut tak bisa lulus dalam ujian menembak”

“Tak apa,bertawakallah pada Allah”kata Syaikh Al Banna.

“Bagaimana saya akan bertawakal kepada Allah, sementara saya mengetahui ada masalah dengan mata saya?
“Justru itu”jawab Al Banna” Bertawakkalah kepada Allah, kalau matamu sehat, boleh jadi kamu akan bertawakal kepada matamu”.

Abbas Asisi mengikuti saran Al Banna, ia masuk kemiliteran, saat mengikuti ujian menembak, hatinya kembali diliputi keraguan,tapi ia ingat pesan gurunya itu, maka ia berusaha maksimal dan menyerahkan kepada Allah saja, ternyata ia lulus sebagai peserta terbaik dalam ujian menembak itu.

Saudaraku... Ada pelajaran penting dari cerita ini, Syaikh Al Banna mengingatkan Abbas Asisi, Jika matanya sehat boleh jadi ia akan bertawakal pada matanya bukan kepada Allah.

Inilah yang sering terjadi pada kebanyakan manusia... Ketika ia dalam kondisi baik dan mampu,sering tanpa sadar merasa bahwa apa yang diperolehnya sekarang yang membuat dirinya berhasil,adalah berdasarkan buah dari kemampuan dirinya,

Ia menjadi sombong seperti Qarun yang mengklaim kekayaanya adalah hasil dari kepandaian dan kemampuannya sendiri tanpa ada campur tangan Allah.

Padahal mudah bagi Allah menghancurkan seseorang semudah Allah memuliakan Sesorang.

Dan ketika kita ditimpa kegagalan, kita menjadi mudah putus asa, kita mengeluh pada Allah, bahwa semuanya sudah kita penuhi, tapi mengapa juga masih mengalami kegagalan. Kita lupa bahwa Allahlah yang menentukan segala sesuatu,dan bisa jadi ketentuan Allah berbeda dengan keinginan kita, apa yang ditetapkan Allahlah yang bakal terjadi.

Nasihat Syaikh Al Banna,juga menyadarkan kita,bila kita mempunyai kemampuan terbatas atau tubuh yang tidak sempurna, tidak menjadi halangan buat kita untuk terus berusaha mencapai apa yang kita cita-citakan. Kita tetap terus berusaha dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.bertawakallah kepada Allah dalam beramal, maka jiwa kita akan tenang.

Bertawakallah kepada Allah, boleh jadi kita akan terkejut dan tersenyum melihat hasilnya, Kalau Allah berkehendak, apa yang kita rencanakan bisa saja berhasil,walaupun mungkin kelihatan mustahil.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ 
 
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11

.::.
Tulisan-tulisan Almarhum Syaikh Abbas Assisi (1339 - 1425 H) antara lain: tulisan-tulisannya, ath-Thariq ila al-Qulub (Jalan Menuju Hati), Da'wah ilallahi Hubb, al-Hubb fillah Risalah, adz-Dzauq Suluk ar-Ruh dan lain-lain.

Selasa, 08 Februari 2011

PILAR-PILAR TEGAKNYA AGAMA DAN DUNIA

Allah swt. menciptakan segala sesuatu berdasarkan fitrahnya. Misalnya, ikan Allah ciptakan fitrah hidupnya berada di air, cacing tanah fitrah hidupnya di dalam tanah. Selama ikan berada di dalam air, dan cacing tanah berada di dalam tanah, maka keduanya akan merasakan ketenangan dan kenyamanan. Akan tetapi apabila ikan dipindahkan ke darat atau cacing tanah dipindahkan ke permukaan tanah sehingga terkena terik matahari, maka kedua makhluk tersebut akan kehilangan rasa tenang dan nyamannya.

Pertanyaannya kemudian dimanakah fitrah manusia? Untuk menjawab hal ini, Allah swt. berfirman dalam firman-Nya :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًۭا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَ‌ٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.  
(QS. Ar-Rum [30] : 30) 

Selama mausia tetap berada pada fitrahnya yakni hidup di atas agama Allah, maka ia akan merasakan ketenangan dan kenyamanan dalam hidupnya sebagaimana ikan di dalam air dan cacing di dalam tanah. Akan tetapi bila manusia sudah keluar dari karena enggan menggunakan agama untuk mengatur hidup dan kehidupannya, maka yang akan dirasakan adalah keresahan dan kegelisahan sebagaimana ikan yang dipindahkan ke daratan dan cacing yang dikeluarkan dari dalam tanah. Ketenangan hidup hanya akan di rasakan oleh manusia yang menggunakan agama untuk mengatur hidup dan kehidupannya.

Namun demikian, di akhir zaman sekarang ini agama menjadi sesuatu yang asing seperti pertama kali kemunculannya. Rasulullah saw. bersabda :

إِنَّ الدِّيْنَ بَدَأَ غَرِيْبًا وَإِنَّ الدِّيْنَ سَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ 

Sesungguhnya agama itu bermula sebagai sesuatu yang asing, dan sesungguhnya agama akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang yang dianggpa asing (saat itu). (HR. Thabraniy) 

Apa yang bisa dilakukan umat Islam ketika agama yakni Islam sudah kembali menjadi asing? Dalam hal ini perlu kiranya kita memperhatikan apa yang disampaikan oleh sahabat Ali ra. :

لاَيَزَالُ الدِّيْنُ وَالدُّنْيَا قَائِمَيْنِ مَادَامَتْ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ
 
Agama dan dunia akan senantiasa tegak berdiri selama ada empat perkara

Yang dimaksud agama dan dunia tetap tegak beridiri adalah bahwa agama tetapi digunakan untuk mengatur hidup dan kehidupan. Dan menurut beliau hal ini akan terjadi apabila empat  pilar utamanya tetap tegak berdiri. Apakah empat pilar yang akan menopang tetap tegaknya agama dan dunia yang dimaksud?

Pertama,
مَادَامَ اْلأَغْنِيَاءُ مَابَخِلُوْا بِمَا خُوِّلُوْا
 
Selama orang-orang kaya tidak bakhil dengan apa yang telah diberikan (oleh Allah) 
  
Inilah pilar pertama yang akan menopang tetap tegaknya agama agar tetap digunakan untuk mengatur hidup dan kehidupan yakni peranan kaum aghniya (orang-orang kaya). Kedermawanan mereka untuk menggunakan hartanya dalam memperjuangkan agama menjadi bagian penting untuk tetap tegaknya agama. Sejarah membuktikan bahwa keberhasilan dakwah Rasulullah saw. tidak lepas dari peranan kaum aghniya; ada Abu Bakar, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin 'Auf, dll. 

Harta kita yang sesungguhnya adalah apa yang sudah kita berikan untuk Allah untuk memperjuangkan agama-Nya bukan yang harta yang kita kumpulkan dan kita banggakan jumlahnya, karena itu semua belum tentu dimiliki dan dinikmati. Allah swt. berfirman :
 
وَلَا يَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ هُوَ خَيْرًۭا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّۭ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا۟ بِهِۦ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ
 
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. (QS. Ali Imran [3] : 180)

Kedua,
 
مَادَامَ الْعُلَمَاءُ يَعْمَلُوْنَ بِمَا عَلِمُوْا
 
Selama ulama (orang-orang yang berilmu) mengamalkan apa telah mereka ketahui 
  
Pilar kedua adalah peranan kaum ulama agar dapat mengamalkan ilmunya. Yang dituntut dari mereka adalah : 
(1) Berusaha menjadi suritauladan bagi masyarakat dengan berusahan menunjukkan setiap perilakunya didasari ilmu yang dimilikinya, karena Allah sangat murka kepada mereka yang hanya bisa mengatakan tetapi tidak bisa melakukan (QS. Ash-Shoff [61] : 2-3).
(2) Menegakkan amar makruf nahi munkar, karena merekalah yang memahami mana yang benar mana yang salah, mana yang boleh dilakukan mana yang tidak. Ketika fungsi ini tidak bisa dilakukan Allah swt. mengingatkan bahwa Bani Israil mendapat laknat Allah karena mereka membiarkan kemunkaran yang terjadi di kalangan mereka (QS. Al-Maidah [5] : 78-79).

Ketiga,
مَادَامَ الْجُهَلاَءُ لاَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَمَّا لَمْ يَعْلَمُوْا
Selama orang-orang bodoh (yang belum mengetahui sesuatu) tidak menyombongkan diri dari sesuatu yang belum mereka ketahui
Pilar ketiga yang menopang tetap tegaknya agama dan dunia adalah ketawadluan umat Islam untuk tetap belajar tentang apa yang belum mereka ketahui, dengan kata lain mereka masih memiliki semangat untuk mendapatkan ilmu.

Muhammad bin Fadll al-Balkhiy mengatakan bahwa lenyapnya Islam bisa desebabkan empat perkara :
  • Mereka (umat Islam) tidak mengamalkan apa yang telah mereka ketahui.
  • Mereka (umat Islam) mengamalkan sesuatu yang tidak mereka ketahui.
  • Mereka (umat Islam) tidak mau mempelajari apa yang tidak mereka ketahui. 
  • Mereka (umat Islam) mencegah orang lain dari mempelajari apa yang tidak diketahui. 
 Keempat,
مَادَامَ الْفُقَرَاءُ لاَيَبِيْعُوْنَ آخِرَتَهُمْ بِدُنْيَاهُمْ
Selama orang-orang fakir tidak menjual akhirat mereka dengan dunia 
 
Pilar keempat adalah kesabaran orang-orang fakir dalam segala kekurangannya mereka tetap taat kepada Allah tidak mengorbankan kepentingan akhiratnya hanya demi mengejar kepentingan dunia yang sesaat. 

Dengan memperhatikan apa yang disampaikan oleh sahabat Ali ra. di atas dapat disimpulkan bahwa : selama orang-orang kaya di kalangan umat Islam masih mau mengorbankan sebagian hartanya untuk memperjuangkan islam, selama para ulama menunjukkan dirinya sebagai suritauladan bagi masyarakat dan berani melakukan amar ma'ruf nahi munkar, selama umat Islam masih memiliki semangat mempelajari agamanya dan selama umat Islam lebih serius memikirkan akhirat mereka daripada memikirnya dunia, maka agama akan tetap digunakan untuk mengatur hidup dan kehidupan.    Wallaahu A'lam bish-showaab.


Disarikan dari kitab : Nashoihul 'Ibad